Jangkar raksasa dan meriam tua di kampung Padang, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. (Dok. Tebarnews.com/Ahmadin Umar) |
Padang tempat jangkar raksasa bersemayam, memang sebuah nama perkampungan yang kurang dikenal dan jarang disebut orang baik di kalangan Masyarakat Selayar sendiri maupun orang luar. Alasannya beragam antara lain mungkin karena letaknya yang terpencil dan tersembunyi dari ramainya Kota Benteng (ibukota kabupaten Kepulauan Selayar sekarang), atau Kemungkinan juga karena tidak adanya kekhasan tersendiri yang patut dibanggakan. Sungguh hal yang keterlaluan, jika orang hanya melihat satu sisi dari rentang waktu yang panjang dan sarat akan momentum historis tersebut.
Betapa tidak, kampung yang terletak di wilayah Desa Bontosunggu Kecamatan Bontoharu ini, mempunyai latar historis yang menarik ditelusuri. Di balik ketandusan alamnya, perkampungan yang dihuni oleh mayoritas nelayan ini rupanya menyimpan sejarah lalu lintas pelayaran dan perdagangan pada abad ke-17 dan 18 yang secara arkeologis, dibuktikan oleh temuan jangkar raksasa.
Jangkar ini diduga berasal dari saudagar Cina bernama Gowa Liong Hui (Baba Bos Kamar), yang pernah datang dengan kapalnya yang sangat besar membawa barang dagangan. Setelah bertahun-tahun kapal ini melalui perairan Padang (Selayar), akhirnya rusak dan tidak dapat digunakan lagi untuk berlayar.
Selain itu, di perkampungan nelayan ini juga terdapat peninggalan berupa Meriam Kuno. Berdasarkan cerita rakyat yang berkembang, konon kabarnya meriam tersebut merupakan peninggalan seorang saudagar Cina bernama Baba Desan yang datang dari Gowa. Saudagar ini datang bersama barang dagangannya dengan tujuan mencari perairan baru untuk mendapatkan hasil laut seperti teripang, ikan, dan sebagainya. Meriam ini adalah kelengkapan peralatan dalam kegiatan pelayaran yang bertujuan sebagai senjata untuk melindungi diri dan barang-barang bawaan.
Mengingat pada waktu itu di perairan Sulawesi masih ramai oleh bajak laut, dalam perjalanannya Baba Desan melengkapi kapalnya dengan peralatan senjata berupa meriam, tombak serta panah dengan maksud untuk menjaga segala kemungkinan bahaya yang mengancam.
Selain itu Padang juga merupakan tempat persinggahan untuk menambah perbekalan dan pesediaan air minum serta berlindung dari cuaca yang buruk dalam suatu musim pelayaran. Jaringan pelayaran dan perdagangan Nusantara sebelum dan sesudah kedatangan bangsa barat terbentuk dalam kerangka pelayaran dan perdagangan antar kawasan Barat dan Timur Nusantara.**
*Sumber: Ahmadin, Nusa Selayar: Sejarah dan Kebudayaan di Kawasan Timur Nusantara. Makassar: Rayhan Intermedia.